Selasa, 02 April 2013

PENGEMBANGAN ISLAM DI DESA SEDAH


PENGEMBANG ISLAM DI DESA SEDAH
KECAMATAN JENANGAN KABUPATEN PONOROGO

                Sebuah Desa yang semula  masih jarang penduduknya dan terpencar, dengan lahan yang cukup luas dengan tumbuh  tanaman – tanaman dan tumbuhan yang cuku lebat. Peradaban kebiasaan yang dilakukan masih banyak menganut ajaran Hindu Budha , karena masih jarang yang mendalami dan mengenal peradaban Islam.

                Melihat yang demikian timbullah inisiatif dari seorang tokoh Islam yang ada di Desa Kertosari yang bernama MADDARUM, bagaimana Islam bisa berkembang di Kabupaten Ponorogo . Beliau memiliki beberapa putra/putri, diantaranya H. ABDUL ROHMAN mengembangkan di wilayah Desa Ngunut, KHOERUDDIN di Pule, MANSUR tetap di Desa Kertosari. Kemudian di daerah/wilayah paling Utara Ponorogo tepatnya di Desa Sedah dikembangkan oleh dua orang putranya yang bernama MUSTARI dan K. IMAM MUJAHID.
               
                Karena wilayah Sedah dibatasi  dan terdapat sungai, pertama keduanya datang  bermukim di samping sungai, MUSTARI berada di sebelah barat agak jauh dari sungai  sedangkan K. IMAM MUJAHID berada di sebelah timur dekat dengan sungai.

                Pada awalnya pengembangan Islam di desa Sedah, K. IMAM MUJAHID dibantu oleh dua orang tokoh yaitu :
1.       H. AHMAD ( tokoh Masyarakat ) beliau seorang penulis ( waktu itu ), sekarang Sekretaris dan memiliki semangat juang dalam pengembangan Islam.
2.       DJOYO DIKROMO ( Aghniya’) beliau seorang yang kaya pada waktu itu dan memiliki beberapa hektar tanah disebelah timur sungai, hampir seluruh tanah di sebelah tim ur sungai miliknya, tapi beliau kurang mampu dan mengerti dalam bidang Agama Islam.

Pada perkembangannya ketiga orang inilah masing – masing mempunyai kedudukan,K.  IMAM MUJAHID  sebagai Imam ( ‘Alim yaitu orang yang memiliki pengetahuan dalam bidang Aganma Islam ) , H. AHMAD sebagai penulis / Sekretaris yang punya jiwa dan semangat berjuang, sedangkan DJOYO DIKROMO sebagai tokoh yang membiayai dalam perjuangan Islam di Desa Sedah.

Kemudian K. IMAM MUJAHID bersama-sama ketiga orang tersebut diatas dibantu sebagaian kecil warga mendirikan Masjid, yang disitu juga digunakan untuk ngaji ( belajar tentang Ilmu agama Islam ), menurut sumber cerita bahwa masjid tersebut dibangun kurang lebih tahun 1818. Karena pada waktu itu di desa tersebut belum ada tempat untuk ngaji / mencari ilmu agama, sambil berda’wah dan mengembangkan ajaran Islam membuka tempat dan menampung warga yang ingin ngaji atau mencari ilmu Agama Islam.
Akhirnya dengan inisiatif ketiga tokoh tersebut karena melihat perkembangannya didirikannya Pondok Pesantren yang masih sederhana dengan sarana dan prasarana yang ada juga untuk menampung warga / masyarakat yang ingin jadi santri dan mukim, tepatnya di Nglorogan / dukuh Gundi Desa Sedah Jenangan Ponorogo.
Meskipun pada waktu itu MUSTARI saudara K. IMAM MUJAHID mengembangkan Islam disebelah barat sungai namun tidak begitu berkembang dibanding perkembangan Islam yang dilakukan oleh K. IMAM MUJAHID yang berada disebelah timur sungai. Dengan berdirinya Pondok Pesantren Nglorogan itulah Pendidikan dan Perkembangan Islam pertama di Desa Sedah.

Akhirnya K. IMAM MUJAHID menikah dan mempunyai beberapa putra/putri diantara putra putrinya dipondokkkan di ponok pesantren yang ada di jawa timur. Setelah K. IMAM MUJAHID meninggal dunia perkembangan Islam dilanjutkan oleh putranya yang bernama H. ABDUL ROZAK , beliau sebagai Imam ( pimpinan ) dibantu beberapa beberapa santri / ustadz dan juga keturunan dari dua orang keturunan yang membantu K. IMAM MUJAHID diawal perjuangannya, diantaranya adalah :
1.       ASRORUDDIN
2.       H. ABDUL LATIF
3.       K. IDRIS
4.       ABU THOYYIB
Ketika perkembangannya dipimpin oleh H. ABDUL ROZAK pondok pesantren tersebut cukub banyak santrinya bahkan berkembang  sampai ratusan santri.
                Bersamaan perkembangannya H. ABDUL ROZAK menikah , dan mempunyai putra , yang  juga dipondokkan di ponpes yan g ada di jawa timur diantaranya di Ponpes Ngrempyang Nganjuk.
Bersamaan dengan perkembangannya , akhirnya di beberapa tempat dibangun rumah – rumah penduduk dan juga didirikan sebuah langgar / mushola guna untuk mengantisipasi yang belum mau ke masjid.
Setelah H. ABDUL ROZAK dan beberapa pembantunya dalam mengembangkan Islam di sedah meninggal,namun perkembangan Islam di Sedah sudah cukup menyebar , sedangkan banyak santri yang selesai merasa sudah cukup kembali  mengembangkan di daerah /wilayahnya masing – masing. Pondok Nglorogan dilanjutkan oleh para pembantunya H. ABDUL ROZAK .  Akhirnya dari pondok pesantren dengan perkembangannya dan semakin surutnya para santri berubah menjadi Madrasah Diniyah , yang pada waktu menempati rumahnya H. ABDUL ROZAK. Kemudian Madrasah Diniyah ini dilanjutkan oleh keturunannya IMAM MUJAHID  yaitu K. ZAENURI  sebagai Imam di masjid dengan dibantu oleh warga yang masih ada keturunan dari K.  IMAM MUJAHID dan juga K. SUJAK dari desa sebelah yaitu desa Panjeng, yang ketepatan K. ZAENURI kami jadikan sebagai Nara Sumber dalam perkembangan Islam di desa Sedah.
Dalam perkembangannya Madrasah Diniyah mengalami kembang surut , namun tetap berjalan dan banyak warga yang cenderung menitipkan / memasukkan anak-anaknya ke Madrasah Diniyah Nglorogan, bahkan sampai saat ini masih berdiri Madrasah Diniyah dengan Nama MADRASAH DINIYAH MAMBA’UL HUDA.
Untuk mengenang para tokoh terutama pertama  ( K. IMAM MUJAHID ) yang telah mengembangkan Islam di desa Sedah masjid yang ada dinamakan Masjid  “ MUJAHIDIN “ dan juga Jalan yang menuju ke Masjid dan Madrasah Diniyah dinamakan Jl. Imam Mujahid.
Sebagai bukti Beliau ( K. IMAM MUJAHID ) dimakamkan dibelakang masjid MUJAHIDIN , makamnya sebagai berikut :








Demikian sekilas perkembangan Islam di desa Sedah kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo
Apabila ada kekurangan atau kesalahan dalam mengungkap sejarah perkembangan Islam  di Desa Sedah mohon maaf dan mohon kritik serta sarannya.
Untuk memperkuat lagi kami lampirkan silsilah dari K.  IMAM MUJAHID.




PENGELOLAAN KELAS


BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Peranan guru sebagai manajer dalam kegiatan belajar di kelas sudah lama diakui sebagai salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Guru sebagai tenaga profesional, dituntut tidak hanya mampu mengelola pembelajaran saja tetapi juga harus mampu mengelola kelas, yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran. Oleh karena itu sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu di semua jenjang pendidikan, penerapan strategi pengelolaan kelas dalam pembelajaran merupakan salah satu alternatif yang diyakini dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang mendasar dari permasalahan pendidikan di tanah aira adalah masalah pengelolaan kelas.
B.    RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
       1.   Apa Pengertian Pengelolaan Kelas ?
       2.   Apa saja permasalahan yang terjadi di kelas ?
       3.   Bagaimana cara penyelesaian masalah secara kuratif dan preventif?























BAB II

PEMBAHASAN


A.      PENGERTIAN PENGELOLAAN KELAS

Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran. Menurut Amatembun (dalam Supriyanto,  1991) “Pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan mempertahankan serta mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan”.
Sedangkan menurut Usman (2003) “Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif”. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu aspek penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian macam tugas guru di dalam kelas. Berbagai definisi tentang pengelolaan kelas yang dapat diterima oleh para ahli pendidikan, yaitu :Pengelolaan kelas didefinisikan sebagai: 
a)   Perangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik  yang
     diinginkan dan mengurangkan tingkah laku yang tidak diinginkan. 
b)  Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik
dan iklim sosio emosional kelas yang positif.
c)  Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas
    yang efektif.
Pengelolaan Kelas diterjemahkan secara singkat sebagai suatu proses penyelenggaraan atau pengurusan ruang dimana dilakukan kegiatan belajar mengajar, dan untuk lebih jelasnya berikut pengertian pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Usman, bahwa "pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar".
Sedangkan menurut Wina Sanjaya bahwa pengelolaan kelas adalah : Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang
optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal yang dapat mengganggu suasana pembelajaran .
          Beberapa pengertian pengelolaan kelas yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, dapatlah memberi suatu gambaran serta pemahaman yang jelas bahwa pengelolaan

kelas merupakan suatu usaha menyiapkan kondisi  yang optimal agar proses atau kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara lancar. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang amat kompleks dan seorang guru menggunakannya untuk menciptakan dan  mempertahankan  kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan secara efektif dan efisien.
Pandangan mengenai pengelolaan  kelas sebagaimana telah dikemukakan di atas intinya memiliki karakteristik yang sama, yaitu bahwa pengelolaan kelas merupakan sebuah upaya yang real untuk mewujudkan suatu kondisi proses atau kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dengan pengelolaan kelas yang baik diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan  pembelajaran di mana proses tersebut memberikan pengaruh positif yang secara langsung menunjang terselenggaranya proses belajar mengajar di kelas.
Dari beberapa  definisi diatas, masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda-beda. Para  ahli menggabungkan beberapa  dimensi itu menjadi definisi yang bersifat pluralistik, yaitu bahwa pengelolaan kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik  yang diinginkan, menghubungkan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
Berdasarkan beberapa definisi di atas bahwa efektivitas pengelolaan kelas adalah tingkat tercapainya tujuan dari pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan guru dalam upaya menciptakan kondisi kelas agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan guru dalam menciptakan kondisi kelas adalah melakukan komunikasi dan hubungan interpersonal antara guru peserta didik  secara timbal balik dan efektif, selain melakukan perencanaan atau persiapan mengajar.
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan objek peserta didik, orang menentukan dan mengambil keputusan dengan strategi yang akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru pula yang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul.
                 Dengan demikian pengelolaan kelas tidak dapat terlepas dari motivasi kerja guru, karena dengan motivasi kerja guru ini akan terlihat sejauhmana motif dan motivasi guru untuk melakukan pengelolaan kelas, sedangkan dengan gaya kepemimpinan guru yang tepat yang digunakan dalam pengelolaan kelas akan mengoptimalkan dan memaksimalkan keberhasilan pengelolaan kelas tersebut.

B.       MASALAH DALAM PENGELOLAAN KELAS
Menurut M. Entang dan T. Raka Joni (1983:12), masalah pengelolaan kelas dibagi menjadi dua kategori masalah, yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru akan tepat jika guru tersebut dapat mengidentifikasi masalah dengan tepat dan dapat menentukan strategi penanggulangan yang tepat pula.
1.         Masalah Individu

Masalah individu akan muncul karena dalam setiap individu ada kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan ingin mencapai harga diri. Ketika kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi melalui cara-cara yang wajar maka individu tersebut akan berusaha mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak baik. Rodolf Dreikurs dan Cassel yang dikutip oleh M. Entang dan T. Raka Joni mengelompokannya menjadi empat, yaitu:
a.         Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain ( attention getting
behaviors).
b.        Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors).
c.         Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors).
d.        Peragaan ketidakmampuan (passive behaviors).
Sebagai penduga Dreikurs dan Paerl Cassel menyarankan penyikapan sebagai berikut:
1.             Apabila seorang guru merasa terganggu oleh perbuatan siswa, maka
          kemungkinan siswa tersebut ada pada tahap meminta perhatian.
2.             Apabila guru merasa dikalahkan atau terancam oleh perbuatan siswa, maka
          kemungkinan siswa tersebut ada pada tahap ingin menunjukkan kekuatan.
3.             Apabila guru merasa tersinggung oleh perbuatan siswa, kemungkinan siswa
          tersebut ada pada tahap ingin balas dendam.
4.             Apabila guru merasa benar-benar tidak mampu berbuat apa-apa lagi dalam
          menghadapi ulah siswa, maka besar kemungkinan siswa tersebut ada pada
          tahap ingin menunjukan ketidakmampuan.
Dari keempat cara atau tindakan yang dilakukan oleh individu tersebut mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering nampak pada anak usia sekolah (Maman Rahman:1998), yaitu:
a.       Pola akatif konstruktif: pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi super star di kelasnya dan mempunyai daya usaha untuk membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati.
b.      Pola aktif destruktif: pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar, dan memberontak.
c.       Pola pasif konstruktif: pola yang menunjuk kepada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya dibantu dan mengharapkan perhatian.
d.      Pola pasif destruktif: pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan dan keras kepala.

2.    Masalah Kelompok

Dalam masalah kelompok, menurut Lois V. Jhonson dan Mary A. Bany mengemukakan tujuh kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas, yaitu:
a.    Kelas kurang kohensif.
b.    Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
c.    Penyimpangan dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakati sebelumnya.
d.   Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok.
e.    Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
f.     Semangat kerja rendah.
g.    Kelas kurang menyesuaikan diri dengan keadaan baru.

Dari dua macam masalah pengelolaan kelas tersebut, maka memerlukan penangan yang berbeda. Diagnosis yang keliru akan menimbulkan tindakan korektif yang keliru pula.

C.      CARA PENYELESAIAN MASALAH SECARA KURATIF dan PREVENTIF dalam PENGELOLAAN KELAS

Pengelolaan kelas merupakan kegiatan guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pencegahan (preventif) dan tindakan korektif. Tindakan korektif terbagi menjadi dua, yaitu dimensi tindakan dan tindakan penyembuhan (kuratif).

1.    Usaha yang bersifat pencegahan (preventif)

Adalah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah laku yang menyimpang yang menggaggu kondisi optimal berlangsungnya pembelajaran. Keberhasilan dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu indikator keberhasilan manajemen kelas. Konsekuansinya guru harus mampu memanaj kelas secara efektif dan efisien dalam jangak pendek amupun jangka panjang. Menurut Maman Rahman:1998, langkah pencegahannya adalh sebagai berikut :
• Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Hal ini merupakan langkah yang strategis dan mendasar. Karena dengan dimilikinya kesadaran ini akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal besar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Implikasinya akan tampak pada sikap guru yang demokratis, stabil, harmonis dan berwibawa. Penampakan hali seperti ini akan menimbulkan reaksi positif dari peserta didik.
• Peningkatan kesadaran diri peserta didik
Interaksi positif akan terjalin jika kesadarn guru dan kesadaran peserta didik sudah tercipta. Kurangnya kesadaran peserta didik akan memicu tindakan yang mengganggu kondisi optimal kegiatan pembelajaran.
Untuk meningkatkan kesadaran peserta didik, hal yang harus dilakukan adalah memberitahukan akan hak dan kewajibannya sebagai peserta didik, memperhatikan kebutuhan, keinginan dan dorongan para peserta didik, menciptakan suasan saling pengertian, saling menghormati dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik.
• Sikap polos dan tulus dari guru
Seorang guru hendaknya bersikap polos dan tulus terhadap peserta didiknya. Hal ini agar dalam setiap tindakannya guru tidak terkesan berpura-pura. Sikap polos dan tulus ini sangat membantu dalam mengelola kelas. Guru dan kepribadiannya akan sangat mempengaruhi lingkungan belajar, karena tingkah laku, cara menyikapi dan tindakan guru merupakan stimulus yang akan direspon oleh peserta didik.
• Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan
Langkah-langkah yang harus ditempuh antara lain, melakukan identifikasi terhadap berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik baik secara individual atau kelompok, mengenal berbagai pendekatan dalam manajemen kelas, dan mempelajari pengalaman guru-guru lainnya yang gagal atau berhasil sehingga dirinya memiliki alternatif yang bervariasi dalam menangani berabagi manajemen kelas.
• Menciptakan kontrak sosial
Penciptaan kontrak sosial erat hubungannya dengan “standar tingkah laku” yang diharapkan dapat memberi gambaran mengenai fasilitas beserta keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan peserta didik. Hal ini mengingat norma atau nilai yang ada datang nya dari atas dan bersifat satu pihak dan memungkinkan timbulnya kecendrungan untuk dilanggar. Untuk itu, diperlukannya adanya pengelolaan kelas yang perumusannya berupa tata tertib yang dibicarakan bersama peserta didik dan kemudian disetujui oleh guru dan peserta didik itu sendiri. Jika siswa tidak ikut serta dilibatkan dalam pembuatan kontra sosial atau tata tertib tersebut dikhawatirkan siswa akan bertindak sekehendak siswa karena meras tidak ikut membuat peratuaran yang ada.

2.    Usaha Yang Bersifat Penyembuhan (Kuratif)
Langkah-langkah tindakan penyembuhan, antara lain:
1. Mengidentifikasi masalah
Pada kangkah ini guru mengenal atau mengetahui masalh-masalah pengelolaan kelas yang timbul dalam kelas. Bedasar masalah tersebut guru dapat mengidentifikasi jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan penyimpangan tersebut.
2. Menganalisis masalah
Disini guru menganalisi penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan itu. Selanjutnya menentukan alternatif-alternatif penanggulangannya.
3. Menilai alternatif-alternatif pemecahan
Pada langkah ini guru menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dianggap tepat dalam menanggulangi masalah.
4. Mendapatkan balikan
Tahap yang terakhir guru bertindak sebagai monitoring, dengan tujuan untuk menilai keampuhan pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini dapat ditempuh dengan cara melakukan sharing dengan peserta didik.