Rabu, 27 Maret 2013

FILM PENDEK Anak Madrasah TERGORESNYA KASIH SAYANG



FILM PENDEK
“TERGORESNYA KASIH SAYANG”

Ada sebuah keluarga kecil yang beranggotakan ayah, ibu dan kedua anaknya  hidup di sebuah desa tidak jauh dari kota. Mereka hidup serba kekurangan, setiap hari ibunya memeras keringat untuk menafkahi keluarga, tanpa ada keluhan sedikitpun yang keluar dari mulutnya. Dengan penghasilan yang pas-pasan terus dia jalani setiap hari. Itulah mungkin kehendak yang Kuasa, mereka ditakdirkan hidup serba kekurangan sekalipun mereka telah berusaha sekuat tenaga. Latar belakang pendidikan mereka sangat rendah bahkan tidak tamat SD karena mereka keturunan orang yang lemah alias miskin harta. Namun tentang ibadah dan cita-cita mereka perlu kita acungi jempol, sekalipun mereka hidup demikian adanya.  Ibunya terpaksa melakukan hal itu karena ayahnya sudah kurang lebih satu tahun menderita sakit ganas  yang akhirnya meninggal dunia.
            40 hari setelah meninggal ayahnya keluarga tersebut selalu dilanda kemiskinan, anaknya yang sulung selalu membantu ibunya mencari nafkah keluarga. Dia sangat sayang kepada ibu dan adiknya, dengan senang hati selalu  meluangkan waktu untuk meringankan beban orang tuanya, mengasuh adiknya dengan penuh kasih sayang.
            Suatu hari si sulung dengan nama “SHODIK” menjual gorengan dagangan ibunya di sekitar alun-alun yang biasa ramai dikunjungi orang. Sesekali dagangannya laris manis , akan tetapi tidak jarang pulang dengan membawa uang yang tidak kembali modal karena sepinya pembeli, padahal malam itu harusnya dia belajar mempersiapkan diri untuk menghadapi ulangan IPA besuk pagi. Dengan sangat terpaksa si Shodik tidak belajar karena pulang dari berjualan kondisinya sudah ngantuk, demikian juga di pagi harinya dia harus bangun pagi-pagi membantu ibunya untuk menyiapkan dagangannya sambil mengasuh adiknya yang belum genap berusia 1 tahun. Hal itu dia jalani dengan senang hati tanpa mengeluh sedikitpun, mungkin dia telah menyadari akan keadaan keluarganya dan memang dia sudah terlatih sejak ayahnya masih dalam keadaan sakit. Dia sudah terbiasa membantu ibunya mencari nafkah.
            Pagi itu sebelum berangkat sekolah Shodik selain mengasuh adiknya dia juga membantu ibunya mengupas ketela, pisang dan semua barang dagangannya (gorengan). Setelah semuanya beres baru dia berkemas-kemas untuk berangkat sekolah. Dia selalu sarapan pagi dengan lauk seadanya karena itulah nasehat ibunya untuk menjaga kondisinya agar tetap sehat dan vit. Sekalipun hidup serba kekurangan, ibu dari kedua anak tersebut selalu memperhatikan terhadap kesehatan kedua anaknya. Boleh dikata dia adalah sosok seorang ibu yang penuh tanggungjawab dan menyayangi keluarga. Sekalipun dia hidup serba kekurangan namun dia tetap bercita-cita dan berusaha keras untuk dapat menyekolahkan anaknya sampai Perguruan Tinggi dengan harapan kelak anaknya menjadi anak yang sholeh berguna bagi agama nusa dan bangsa, dan kelak mampu mengangkat tinggi derajad orang tuanya serta dapat memperbaiki taraf hidup keluarga. Karena dia percaya bahwa Allah tidak akan membebani suatu kaum , kecuali sesuai dengan kemampuannya dan sebagai hamba Allah yang beriman dan bertaqwa dia selalu mencamkan itu dalam hatinya yang diimbangi dengan berikhtiar dan bertawakkal.
            Pagi itu si Shodik  berangkat sekolah dengan sepeda tua peninggalan ayahnya yang dulu dipakai bekerja ketika ayahnya masih hidup. Tanpa ada rasa malu sedikitpun dia menikmati sepedanya. Sudah menjadi kebiasaan anak nakal yang ada di madrasah tersebut, mereka (Bos Bondan dan antek-anteknya si Bagas dan si Dul) selalu mengejeknya tanpa ada rasa kasihan sedikitpun terhadap Sodik. Ketiga anak tersebut bersiap-siap mengejek si Sodik yaitu merencanakan melarang Sodik meletakkan sepeda tuanya di dekat sepeda temannya yang lain. Sebagaimana biasa anak-anak datang di sekolah dengan bersepeda bersama dan berjabatan tangan dengan gurunya di pintu gapura madrasah. Saat itu Sodik pun demikian, ketiga anak nakal yang merencanakan rencana busuknya siap beraksi setelah melihat si Sodik bersepeda masuk gapura madrasah. Sodik dengan ayunan santai langsung menuju tempat parkir sepeda dan meletakkan di dekat sepeda temannya yang lain, namun tanpa diketahui oleh Sodik sebelumnya, ketiga anak tersebut mendekati Sodik dengan  nada keras melarang Sodik menaruh sepedanya di dekat sepeda yang lain, mereka menggolingkan sepeda Sodik dengan keras, untung nasib Sodik sepedanya tidak rusak dan masih bisa dinaiki. Tanpa menjawab sepatah katapun Sodik memindahkan sepedanya jauh dari sepeda temannya yang lain alias di dekat tempat pembuangan sampah. Itulah nasib Sodik yang malang, tapi dia selalu sabar dan tabah dalam menghadapinya dan tak pernah memiliki rasa dendam sedikitpun terhadap teman-temannya yang biasa mengejeknya.
            Tidak selesai di situ teman-teman Sodik dalam mengejeknya, ketika sampai di kelaspun dia dijegal oleh teman perempuannya yang bertabia’at kurang baik juga. Akhirnya si Sodik jatuh tersungkur di lantai, namun Sodik masih tetap bernasib mujur karena tidak terjadi luka sedikitpun sehingga dia bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
            Ketika ibu guru masuk ruang kelas murid-murid menjawab salam dengan  kompak posisi berdiri sebagai tanda rasa hormat terhadap guru. Guru menanyakan sesuatu terhadap murid “ada apa anak-anak kok ibu dengar dari luar agak gaduh?” anak perempuan yang menjegal tadi menjawab bahwa si Sodik jatuh dengan ejekan dia belum sarapan karena memang orang miskin tidak punya sarapan. Padahal dalam kondisi bagaimanapun Ibu Sodik selalu memperhatikan kesehatan anak-anaknya, tidak seperti yang diduga oleh kebanyakan orang. Akan tetapi si Sodik tidak menceritakan keadaan yang sebenarnya terhadap Ibu Guru tersebut.
            Pagi itu sebagaimana yang dijanjikan oleh guru bahwa jam pertama ulangan harian IPA Bab II,  Sodik tetap mengikutinya dengan sungguh-sungguh,  pada akhirnya Sodik mendapat nilai terbaik dan dia berhak mendapat hadiah dari guru. Akan tetapi sayang sekali ketika jam istirahat dan pada saat anak-anak jajan di kantin , ibu guru di kantor mengoreksi hasil ulangan Sodik  tidak ikut keluar kelas karena ketika pelajaran berlangsung tadi si Sodik melihat uang 50 ribuan di kotak pensil si Bondan sehingga terbenak di dalam hatinya untuk mengambil uang tersebut dan dibelikan mainan untuk adiknya. Itu adalah wujud rasa kasih sayangnya terhadap adiknya yang memang tidak pernah dibelikan mainan oleh ibunya, bukan berarti ibunya pelit atau tidak sayang pada anak-anaknya tapi hal itu dilakukan karena kondisi keluarga yang pas-pasan. Saat itu Sodik lupa akan nasehat orang tuanya yang selalu mengatakan agar menjadi anak yang jujur, karena tertutup oleh rasa sayang terhadap adik satu-satunya. Ternyata apa yang dilakukan si Sodik diketahui oleh pemilik uang yang diambilnya yaitu si Bondan. Pada saat Sodik mengambil uang tersebut ibu si Sodik berjualan gorengan di jalanan dengan menggendong anak bungsunya. Ketiga anak nakal tersebut (Bondan, Sidul, dan Bagas) merencanakan untuk melaporkan Sodik kepada Kepala Madrasah esuk harinya.
            Benar, esuk harinya Sodik diseret oleh ketiga anak nakal tersebut ke ruang kepala dan melaporkan perilaku Sodik kepada Kepala Madrasah dan akhirnya Kepala Madrasah menyampaikan hal tersebut kepada dewan guru dan sepakat memanggil Ibu Sodik untuk menyelesaikan permasalahannya dan juga sepakat akan mengganti uang Bondan dengan uang kas madrash karena mengetahui kondisi keluarga Ibu Sodik yang tidak mungkin untuk mengganti uang Bondan yang telah diambil Sodik untuk beli mainan adiknya.
            Pagi itu Ibu Sodik mendapat surat panggilan dari Kepala Madrasah, Ibu Sodik pun memenuhi panggilan tersebut. Setelah sampai di Madrasah `Kepala Madrasah menyampaikan permasalahan Sodik kepada orang tuanya di ruang kepala yang pada akhirnya orang tua Sodik minta maaf  kepada Kepala Madrasah dan mendo’akan kebaikan untuk Madrasah tersebut.
            Itulah makna dari tergoresnya kasih sayang oleh perilaku kurang baik yang dilakukan karena keterpasaan, karena rasa sayangnya pada adik satu-satunya dan pada akhirnya Sodik pun menyesali dan berjanji tidak akan mengulangi perilaku buruk tersebut.

Ide Cerita       : Ihwanul Fatah, S.Ag
Penulis Cerita             : Siti Siyami, S.Ag
                                                                           Ponorogo, 17 Desember 2012
                                                                            Mengetahui Kepala MI Ma’arif Patihan Wetan


                                                                            Drs. SADIKIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar